Sabtu, 05 November 2011

LUMPUHNYA RANTAI PASOKAN DAN BAGAIMANA MENGHADAPINYA

LUMPUHNYA RANTAI PASOKAN DAN BAGAIMANA MENGHADAPINYA
Oleh: Bonnie Setiawan

Bencana banjir yang melumpuhkan Thailand hingga saat ini, telah membuat lumpuhnya rantai pasokan industri di Asia Tenggara. Thailand sebagai pemasok komponen dan CBU (completely built-up) otomotif khususnya jenis sedan kini terhambat, dan hal ini mengancam produksi di negara-negara lainnya yang tergantung pada pasokan tersebut. Hal seperti ini seakan mengulang lumpuhnya rantai pasokan dari Jepang, ketika terjadi bencana tsunami tempo hari. Rantai pasokan ternyata sebuah sistem yang ringkih.
Apa itu Rantai Pasokan?
Rantai pasokan (supply chain) adalah sistem industri mutakhir di dunia sekarang ini yang berkembang semenjak pertengahan 1990an. Diklaim sebagai bentuk paling canggih dan paling maju dari sistem produksi kapitalisme. Sistem ini bekerja berdasarkan jalinan rantai yang panjang dan kompleks dari sejak konsep, hingga ke disain, pasokan bahan mentah, produksi, distribusi, hingga sampai ke konsumen. Setiap mata rantainya merupakan pecahan sendiri-sendiri yang dikerjakan oleh para kontraktor dan sub-kontraktor dan juga para pemasok (supplier). Semua mata rantai tersebut terintegrasi secara terpadu menghasilkan berbagai barang dan jasa. 
Alasan utama sistem rantai pasokan bekerja adalah pemotongan biaya secara drastis, sementara dapat menghasilkan keuntungan yang jauh lebih besar dan harga barang yang jauh lebih murah. Kini perusahaan-perusahaan pemimpin atau pemilik merk, seperti Apple atau Nokia atau Toyota dan seluruh industri lainnya, mengalih-dayakan (outsourcing) berbagai pekerjaannya ke ratusan subkontraktor di seluruh dunia. Mereka lalu menutup pabriknya, mem-PHK para pekerjanya di negaranya masing-masing dan hanya menyisakan kantor pusat dan unit inovasinya (R&D khususnya). Semua urusan produksi kini dilakukan oleh para kontraktor internasional (International Contractor/INC) di berbagai Negara, terutama di China dan India serta Negara-negara emerging market lain. Ini merupakan produksi global dalam arti yang paling kongkrit.
Kunci dari sistem rantai pasokan ini adalah pada kemampuan teknologi ICT (teknologi komunikasi dan informasi) dalam mengkoordinasikan, memonitor dan menjaga proses produksi global yang kompleks. Proses produksi global cukup dikoordinasikan di layar monitor oleh kantor pusat maupun para penyedia layanan logistik internasional (3PL atau 4PL). Ini harus ditopang oleh infrastruktur logistic yang handal di lapangan, seperti transportasi darat, laut, udara, serta infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, terminal peti kemas dan lainnya. Dan yang terpenting adalah bebasnya lalu lintas perdagangan antar negara, sehingga rezim perdagangan bebas sebenarnya merupakan prasyarat utama.
Dunia sekarang sudah masuk dalam era rantai pasokan, dan semua produksi barang dan jasa terintegrasi secara penuh di dalamnya. Karena itu ketika terjadi bencana di salah satu negara pemasok penting seperti Jepang atau Thailand, akan segera mengganggu rantai pasokan tersebut dan mengganggu proses produksi di negara-negara lainnya. Industri otomotof misalnya, sekarang sudah menerapkan sistem moduler dalam produksi, sehingga tidak lagi sekedar komponen dan suku cadang. Sistem moduler membuat ketergantungan yang satu dengan yang lain semakin tinggi.
Kelemahan dasar menghadapi Rantai Pasokan
Hampir semua Negara ASEAN sudah terintegrasi ke dalam rantai pasokan, termasuk Indonesia. Apalagi hubungan Jepang dengan Indonesia sangat dekat, mengingat Indonesia adalah pemasok migas utama Jepang dan juga tempat berinvestasi Jepang terbesar kedua setelah di China. Akan tetapi Indonesia sebenarnya adalah mata rantai pemasok terlemah di ASEAN.
Sebab utama adalah karena Indonesia tidak juga mau membangun kemampuan industrinya sendiri. Indonesia masih terlena dan termanjakan sebagai pemasok bahan mentah, baik migas, bahan-bahan mineral ataupun komoditas pertanian. Ini disebabkan oleh ekonomi politik nasional yang masih dikuasai oleh para kapitalis rente, kapitalis birokrat dan kapitalis komprador maupun mafia kebijakan. Sementara pengusaha nasional yang nasionalis dan bersih tidak dapat tempat. Sampai sekarang Indonesia bukan negara industri dan tidak mempersiapkan diri menjadi negara industri. Bahkan Masterplan yang disebut MP3EI itupun memposisikan perekonomian Indonesia sebagai pemasok bahan mentah dan komoditas saja. Hanya Jawa sebagai koridor “pendorong industri dan jasa nasional”. Lima koridor lainnya hanya sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil komoditas pertanian, tambang dan enerji, tanpa kejelasan apa yang dimaksud pengolahan tersebut. Freeport dan Exxon juga bisa diklaim sebagai pengolahan, meski tentu hasilnya disedot ke luar Indonesia.
Demikian pula Indonesia tidak dapat memanfaatkan momentum sistem rantai pasokan untuk membangun industri dalam negerinya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh China dan India. Kedua negara itu telah mempunyai infrastruktur yang siap dalam hal industri dasar dan industri penunjang serta sumberdaya manusia dalam hal pendidikan. Apalagi China yang sedang membangun besar-besaran infrastruktur dasar di bidang transportasi dan logistik. Kedua Negara itu, dan juga Thailand dan Malaysia mempunyai strategi dasar di tengah-tengah ancaman dan juga kesempatan dalam sistem rantai pasokan. Indonesia selalu tidak tahu mau apa dan mau kemana, karena pemerintahnya dan elitnya punya kepentingan-kepentingan koruptif dan manipulatif jangka pendek; tidak punya komitmen dan orientasi jangka panjang. Jangankan masuk ke industri, masalah transportasi saja amburadul. Kisah sehari-hari tentang transportasi publik yang buruk; antrean truk-truk berkilometer panjangnya menuju pelabuhan Merak; kemacetan yang semakin parah di Jakarta; matinya transportasi air dibunuh oleh rezim transportasi darat; jalan antar kota dan provinsi yang hancur-hancuran di luar jawa; dan sederet amburadul lainnya. 
Indonesia sama sekali tidak siap menghadapi semua perkembangan global yang cepat. Selama rezim ekonomi politik sekarang tetap mempertahankan berbagai kepentingan-kepentingan jangka pendeknya, maka jangan harap terjadi perubahan kearah kebaikan.
Indonesia harus belajar banyak dari bagaimana China menghadapi sistem rantai pasokan global. China menghadapi rantai pasokan dengan kekuatan berdikarinya, dan mampu muncul sebagai pemenang dalam kompetisi global. Syarat dasarnya adalah mandiri dan berdikari terlebih dahulu, baru bisa berjaya dalam arena global.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar