Jumat, 21 Oktober 2011

BAHAYA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN - FTA

BAHAYA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN - FTA
Oleh: Bonnie Setiawan

I.               FTA DALAM ASEAN
ASEAN kini telah menjalin kerangka FTA dengan beberapa Negara mitra utama ASEAN, yaitu ASEAN+3 (China, Jepang. Korea Selatan) dan ASEAN+6 (Australia, Selandia Baru, India). Sampai saat ini telah diselesaikan semua FTA dengan Negara-negara tersebut. Disamping itu masing-masing Negara di ASEAN juga mulai melakukan pengikatan bilateral FTA dengan Negara-negara lain di luar mitra utama. Hal ini sedikit banyak juga mengakibatkan efek “spaghetti-bowl” di lingkup hubungan antara Negara-negara tersebut, yaitu kesimpangsiuran dan keruwetan.

Matriks FTAs/RTAs di ASEAN
Negara-negara ASEAN
FTA/RTA telah diselesaikan
FTA/RTA masih dalam negosiasi
FTA/RTA yang masih dalam rencana ke depan
ASEAN
ASEAN-China FTA
ASEAN-Korea FTA
ASEAN – Japan (Comprehensive Economic Partnership)
ASEAN-Korea FTA
ASEAN-India FTA
ASEAN-Australia & New Zealand FTA
ASEAN - EU
   ASEAN – US TIFA


Brunei Darussalam

ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan AS (2002)

Kamboja
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)


Indonesia
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
Japan
Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan AS
EU (Partnership and Cooperation Agreement)

Laos
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)


Malaysia
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
Japan
Australia
Pakistan
  India Comprehensive Economic  Cooperation Agreement (CECA)
  Korea
  New Zealand
  United States
  EU
  Chile

Myanmar
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)


Filipina
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
Japan
Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan AS
EU (Partnership and Cooperation Agreement)

Singapura
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
Australia
Japan
Switzerland, Iceland, Liechtenstein and Norway
New Zealand
Panama
USA
Jordan
India
Trans-Pacific SEP (Brunei, New Zealand, Chile, Singapore)
 Korea
   Canada
   China
   The Gulf Cooperation Council
Mexico
Peru
Pakistan
Ukraine




Thailand
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
Australia
  New Zealand
Bahrain
China (Preferential Trade Agreement on Agriculture, Oct-03)
India
  Japan (Closer Economic Partnership)
   USA
Chile
Papua New Guinea
Peru
Korea

Czech Republic
Croatia
Canada
Hong Kong
Mexico (tahap kelayakan)
South Africa (tahap kelayakan)
Vietnam
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)

Sri Lanka
Japan
EU (Partnership and Cooperation Agreement)

                Sumber: dari berbagai sumber di internet, paper dan catatan pribadi

II.           GAMBARAN RINGKAS FTA-ASEAN
A.    ASEAN-CHINA FTA (ACFTA)
ASEAN memasuki hubungan bersejarah dengan China lewat ditandatanganinya ASEAN - China Comprehensive Economic Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam. Setelahnya dilanjutkan dengan penandatanganan oleh para kepala negara pada tanggal 4 November 2002 di Phnom Pehn, Kamboja, berupa “Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China” (disebut juga ASEAN-China FTA). Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia. Lalu pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos, setelah diselesaikannya proses negosiasi, ditandatanganilah Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006. [1] Langkah berikutnya yang penting adalah penandatanganan persetujuan jasa ACFTA berjudul “Agreement on Trade in Services of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China”, pada kesempatan KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, pada Januari 2007.  Selanjutnya pada pertemuan tingkat Menteri Ekonomi ASEAN ke-41 tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand, ditandatangani perjanjian investasi ASEAN yang disebut “Agreement on Investment of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China”.
Dengan demikian, ACFTA telah mencakup tiga perjanjian utama dari rejim perdagangan bebas, yaitu perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Ini merupakan FTA terbesar di dunia yang melibatkan sekitar 1,8 milyar penduduk, dengan regional GDP sebesar  US$ 2 trilyun dan total nilai perdagangan sekitar US$ 1,2 trilyun.
Tujuan dari FTA tersebut sebagaimana tertuang dalam pasal 1 perjanjian tersebut adalah: [2]
(a) Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi di antara para pihak (strengthen and enhance economic, trade and investment co-operation between the Parties);
(b) Secara progresif meliberalisasi dan mempromosikan perdagangan barang dan jasa-jsa maupun menciptakan rezim investasi yang transparan, liberal dan fasilitatif (progressively liberalise and promote trade in goods and services as well as create a transparent, liberal and facilitative investment regime);
(c) Menggali bidang-bidang baru dan mengembangkan langkah-langkah yang tepat bagi kerjasama ekonomi yang erat di antara para pihak; dan (explore new areas and develop appropriate measures for closer economic co-operation between the Parties; and)
(d) Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-negara anggota ASEAN yang baru serta menjembatani kesenjangan pembangunan diantara para pihak (facilitate the more effective economic integration of the newer ASEAN Member States and bridge the development gap among the Parties).
Kedua belah pihak ASEAN dan China juga bersepakat diadakannya waktu bagi negosiasi lebih lanjut selama kurun waktu 10 tahun ke depan sampai tahun 2012 bagi perjanjian-perjanjian lain di dalamnya yang mencakup perjanjian sektor barang, sektor jasa, investasi dan lainnya. Adapun isi negosiasi lebih lanjut tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 2,  adalah bagi adanya:
(a) Penghapusan progresif atas hambatan tarif dan non-tarif secara substansial pada seluruh perdagangan barang (progressive elimination of tariffs and non-tariff barriers in substantially all trade in goods);
(b) Liberalisasi progresif perdagangan jasa-jasa dengan cakupan sektoral yang substansial (progressive liberalisation of trade in services with substantial sectoral coverage);
(c) Penyelenggaraan rezim investasi yang terbuka dan kompetitif yang memfasilitasi dan mempromosikan investasi di dalam FTA ASEAN-China (establishment of an open and competitive investment regime that facilitates and promotes investment within the ASEAN-China FTA);
(d) Provisi perlakuan berbeda dan khusus serta fleksibilitas bagi negara-negara  anggota ASEAN yang baru (provision of special and differential treatment and flexibility to the newer ASEAN Member States);
(e) Provisi bagi fleksibilitas para pihak dalam perundingan FTA ASEAN-China dalam menetapkan bidang-bidang yang sensitif di dalam sektor-sektor barang, jasa-jasa dan investasi dengan fleksibilitas yang dapat dirundingkan serta disepakati bersama berdasarkan pada prinsip resiprositas (timbal balik) dan manfaat bagi kedua belah pihak (provision of flexibility to the Parties in the ASEAN-China FTA negotiations to address their sensitive areas in the goods, services and investment sectors with such flexibility to be negotiated and mutually agreed based on the principle of reciprocity and mutual benefits);
(f) Penyelenggaraan perdagangan yang efektif dan langkah-langkah fasilitasi investasi, dimana termasuk tapi tidak terbatas, pada penyederhanaan prosedur kepabeanan dan pengembangan pengaturan saling pengakuan (establishment of effective trade and investment facilitation measures, including, but not limited to, simplification of customs procedures and development of mutual recognition arrangements);
(g) Ekspansi kerjasama ekonomi dalam bidang-bidang yang dapat saling disepakati di antara para pihak yang akan melengkapi pendalaman ikatan perdagangan dan investasi di antara para pihak serta perumusan rencana aksi dan program-program agar dapat menjalankan sektor-sektor dan bidang-bidang kerjasama yang disepakati; dan (expansion of economic co-operation in areas as may be mutually agreed between the Parties that will complement the deepening of trade and investment links between the Parties and formulation of action plans and programmes in order to implement the agreed sectors/areas of co-operation; and)
(h) Penetapan mekanisme yang tepat bagi kegunaan pelaksanaan yang efektif dari perjanjian tersebut (establishment of appropriate mechanisms for the purposes of effective implementation of this Agreement)
Adapun isi utama dari perjanjian-perjanjian yang disepakati dalam ACFTA tersebut ringkasnya adalah sebagai berikut:[3]
1.  Perjanjian Perdagangan Barang:
a.      Early Harvest Program (EHP)
b.      Normal Track
c.       Sensitive Track, dibagi 2 jenis:
                                                  i.      Sensitive list
                                               ii.      Highly Sensitive List
2. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin / ROO)
3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa (Dispute SettlementsMechanism / DSM)
4. Perjanjian Perdagangan Jasa
5. Perjanjian Investasi
6. Kerjasama Ekonomi

Rincian ringkasnya adalah sebagai berikut:

1.  Perjanjian Perdagangan Barang:
ACFTA menyepakati untuk diadakannya liberalisasi secara penuh pada tahun 2010 bagi negara-negara ASEAN-6 dan China, serta tahun 2015 bagi negara-negara CMLV. Adapun kesepakatan bagi penurunan dan penghapusan tarif diatur dalam skema tiga tahap, yaitu (1) Early Harvest Program (EHP); (2) Normal Track; dan (3) Sensitive Track, yang dibagi menjadi Sensitive list dan Highly Sensitive List
Dalam EHP, maka terdapat penurunan tarif yang bersifat umum, yaitu dalam Bab 01 s/d 08 yang berupa produk-produk dari binatang hidup, ikan, produk susu, tumbuhan, sayuran dan buah-buahan. Oleh Indonesia, kesepakatan ACFTA ini telah dituangkan ke dalam peraturan SK Menkeu No. 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam Kerangka EHP ACFTA. Selain itu juga terdapat kesepakatan yang sifatnya bilateral, yaitu yang bersifat produk spesifik dari masing-masing negara. Misalnya untuk Indonesia,  produk spesifik tersebut adalah kopi, minyak sawit (CPO), cokelat, barang dari karet, dan perabotan (tertuang dalam SK Menkeu No. 356/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004). Penurunan tarif tersebut dimulai semenjak 1 Januari 2004 secara bertahap dan akan menjadi 0% pada 1 Januari 2006.
Dalam hal Normal Track, maka disepakati threshold untuk  40% lini tarif  produk yang akan diturunkan tarifnya hingga 0-5% di tahun 2005; dan sesudahnya 100% lini tarif akan diturunkan tarifnya menjadi 0% pada tahun 2010. Untuk beberapa produk, tidak lebih dari 150 lini tarif, bisa diturunkan tarifnya menjadi 0% pada tahun 2012. Untuk Indonesia, jumlah yang masuk Normal Track adalah sebanyak 263 tarif dalam HS 6 digit. Penetapan hukum di Indonesia untuk Normal Track tahun 2009-2012 telah ditetapkan melalui SK Menkeu No. 235/PMK.011/ 2008 tanggal 23 Desember 2008.
Untuk Sensitive Track, maka yang masuk kategori Sensitive List (SL) mulai tahun 2012 besarnya tarif menjadi 20%. Setelahnya baru pada tahun 2018 akan menjadi 0-5%. Banyak produk dalam kategori ini adalah 304 produk (HS 6 digit) yang berupa antara lain barang jadi kulit (tas, dompet); alas kaki (sepatu sport, casual, Kulit); Kacamata; Alat Musik (Tiup, petik, gesek); Mainan (Boneka); Alat Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Spare part; Alat angkut; Glokasida dan Alkaloid Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca; Barang-barang Plastik.
Untuk Highly Sensitive List (HSL), maka baru pada tahun 2015 diturunkan tarifnya menjadi 50%. Jumlah produk HSL ini sebanyak 47 produk (HS 6 digit) yang terdiri dari Produk Pertanian, seperti Beras, Gula, Jagung dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT); Produk Otomotif; dan Produk Ceramic Tableware.

2. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin / ROO):
Adalah pengaturan mengenai kriteria yang dipakai untuk menentukan status asal barang dalam perdagangan internasional. Dalam ACFTA ini, maka hanya produk-produk yang memenuhi syarta-syarat sebagaimana diatur dalam ROO ini yang bisa memperoleh kelonggaran tarif. ACFTA menyepakati bahwa kriteria kandungan materi barang dari suatu negara dalam ROO haruslah paling sedikit 40%. Hal lain yang masih dinegosiasikan adalah mengenai peraruran produk spesifik lainnya serta dalam mengadopsi proses CEPT tekstil ke dalam ROO ACFTA.
3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa (Dispute SettlementsMechanism / DSM):
Kesepakatan bagi penyelesaian perselisihan atau sengketa dagang di antara para pelaku usaha ACFTA, ditujukan bagi adanya kepastian penyelesaian sengketa dengan prinsip kesamaan (equitable), cepat dan efektif.
4. Perjanjian Perdagangan Jasa
Sesungguhnya perjanjian jasa ini telah berlaku efektif sejak Juli 2007, setelah disepakati di KTT ASEAN di Cebu, Filipina pada Januari 2007. Paket pertama perjanjian jasa ini mencakup sekitar 60 subsektor  tambahan dari komitmen para pihak di GATS-WTO. Juga mencakup keseluruhan 4 mode penyediaan jasa, yaitu cross border supply, consumption abroad, commercial presence dan movement of natural persons. Perjanjian ini khususnya mendorong peningkatan investasi di beberapa sektor penting seperti: (a) jasa bisnis seperti jasa terkait komputer (business services such as computer related services), jasa real estate (real estate services), riset pasar (market research), konsultan manajemen (management consulting); (b) jasa terkait konstruksi dan perekayasaan (construction and engineering related services); (c) jasa terkait turisme dan travel (tourism and travel related services); (d) jasa transportasi (transport services); (e) jasa pendidikan (educational services); (f) jasa telekomunikasi (telecommunication services); (g) jasa terkait kesehatan dan jasa sosial (health-related and social services); (h) jasa rekreasi, budaya dan olahraga (recreational, cultural and sporting services); (i) jasa lingkungan (environmental services); dan (j) jasa enerji (energy services).
5. Perjanjian Investasi
Para pihak di ACFTA bersepakat untuk mendorong peningkatan fasilitasi, transparansi dan rejim investasi yang kompetitif. Hal ini dilakukan lewat penciptaan kondisi investasi yang positif dan mendorong arus investasi dan kerjasama di bidang investasi. Juga disepakati untuk saling memberikan perlindungan investasi. Juga diadakan kegiatan sosialisasi kepada publik untuk memaparkan kebijakan, peraturan, ketentuan dan prosedur investasi. Para pihak ACFTA juga bersepakat untuk mendirikan one stop centre untuk memberikan jasa konsultasi bagi sektor bisnis, termasuk fasilitasi pengajuan perijinan.
Dari sudut pandang investor, maka Perjanjian Investasi ASEAN – China ini memberikan berbagai kemudahan dan manfaat yaitu: (i) jaminan perlakuan yang sama untuk penanam modal asal China ataupun ASEAN antara lain dalam hal manajemen, operasi, likuidasi; (ii) pedoman yang jelas mengenai ekspropriasi, kompensasi kerugian dan transfer serta repatriasi keuntungan; (iii) kesetaraan untuk perlindungan investasi dalam hal prosedur hukum dan administratif. Apabila terjadi sengketa yang muncul antara investor dengan salah satu pihak, persetujuan ini memberikan mekanisme penyelesaian yang spesifik disamping adanya kesepakatan semua pihak untuk terus berupaya menjamin perlakuan yang sama atau non-diskriminatif.

6. Kerjasama Ekonomi
Selain bersifat perdagangan bebas, ACFTA juga bersifat kerjasama ekonomi komprehensif, yang meliputi beberapa bidang kerjasama, yaitu: Pertanian; Teknologi Informasi; Pengembangan SDM; Investasi; Pengembangan Sungai Mekong; Perbankan; Keuangan; Transportasi; Industri; Telekomunikasi; Pertambangan; Energi; Perikanan; Kehutanan; Produk-Produk Hutan dan sebagainya. Untuk itu, pemerintah China telah mengalokasikan dana sebesar US$ 10 milyar melalui China-ASEAN Investment Cooperation Fund untuk membiayai proyek-proyek kerjasama investasi utama seperti infrastruktur, energi dan sumberdaya, teknologi komunikasi dan informasi dan bidang-bidang lainnya sekaligus menyediakan fasilitas kredit sebesar US$ 15 juta untuk mendukung proses integrasi ASEAN dan kerjasama ekonomi untuk lima tahun ke depan.

B.    ASEAN-JAPAN FTA (AJCEP)
Landasan bagi kerjasama perdagangan ASEAN-Jepang telah dicanangkan dalam deklarasi dari kedua belah pihak pada ASEAN-Japan Summit di Phnom Pehn, Kamboja, tanggal 5 November 2002 melalui Joint Declaration of the Leaders of the Comprehensive Economic Partnertship between ASEAN and Japan untuk mendirikan kerjasama ekonomi secara komprehensif, termasuk di dalamnya mendirikan FTA diantara kedua belah pihak. Setelahnya disepakati sebuah kerangka bagi pendirian CEP semacam itu dalam pertemuan para kepala negara di Bali, Indonesia tanggal 8 Oktober 2003. Selanjutnya dalam KTT ASEAN-Jepang ke-8, disetujui oleh para kepala negara adanya perjanjian kerjasama ekonomi dan mulai dilakukan negosiasi di bulan April 2005. Terdapat 11 kali negosiasi diantaranya, serta ditandatangani pada bulan Maret dan April 2008. Pada akhirnya ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership atau disebut sebagai ASEAN-Japan FTA, ditandatangani pada tanggal 14 April 2008, dan mulai berlaku efektif sejak 1 Desember 2008.
Tujuan dari dibentuknya AJCEP adalah:[4]
(a) Secara progresif meliberalisasi dan memfasilitasi perdagangan barang dan jasa-jasa diantara para pihak (progressively liberalise and facilitate trade in goods and services among the Parties);
(b) Meningkatkan kesempatan berinvestasi dan menjamin perlindungan bagi investasi dan kegiatan investasi dari para pihak; dan (improve investment opportunities and ensure protection for investments and investment activities in the Parties; and)
(c) Menetapkan kerangka bagi peningkatan kerjasama ekonomi di antara para pihak dengan arah bagi mendukung integrasi ekonomi ASEAN, menjembatani kesenjangan pembangunan diantara negara-negara anggota ASEAN, dan meningkatkan perdagangan dan investasi di antara para pihak (establish a framework for the enhancement of economic cooperation among the Parties with a view to supporting ASEAN economic integration, bridging the development gap among ASEAN Member States, and enhancing trade and investment among the Parties).
AJCEP merupakan sebuah FTA yang komprehensif yang mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerjasama ekonomi. Persetujuan AJCEP di Indonesia telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19 November 2009 tentang Pengesahan Persetujuan AJCEP.
AJCEP secara ringkasnya mencakup hal-hal berikut ini:[5]
1. Perdagangan Barang  
a. Modalitas
i. Normal Track (NT)
ii. Sensitive Track (ST)
·  Sensitive List (SL)
·  Highly Sensitive List (HSL)
·  Exclusion List (EL)
b. ROO (Rules of Origin)
2. Perdagangan Investasi dan Jasa
3. Kerjasama ekonomi

Rincian ringkasnya adalah sebagai berikut:
1. Perdagangan Barang:
Dalam modalitas perdagangan barang, maka produk-produk yang masuk dalam Normal Track adalah sebesar 90% dari total pos tarif, sementara untuk Jepang sebesar 92% dari total pos tarif dan nilai dagang mereka. Penghapusan tarif dilakukan dalam tempo 10 tahun (sebanyak 88%) dan penghapusan lebih lanjut (sebanyak 4%). Sementara untuk Sensitive Track  sebanyak 8% dari total pos tarif 6 digit dan nilai dagang. Khusus untuk Sensitive Track, maka ada sensitive list (SL) yang merupakan 4.8% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat tarif 0-5% dengan maksimum 2% dari nilai dagang dicadangkan untuk Tariff Rate Quota (TRQ) sebagai safety-net measures. Lalu highly sensitive list (HSL) yang merupakan 2.2% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat tarif lebih dari 50% dan sebagian mencapai tingkat tarif tidak lebih dari 20%. Terakhir adalah yang masuk dalam exclusion list (EL), sebanyak 1% dari nilai dagang dan 1-3% dari pos tarif.

2. ROO
Dalam hal ROO, maka yang berhak mendapat konsesi tarif adalah yang memenuhi salah satu kriteria, yaitu: (1) seluruhnya diproduksi atau dihasilkan sendiri (wholly obtained or produced); (2) bukan material asli (non-originating material), dimana RVC-nya (Regional Value Content) tidak lebih dari 40% atau mengalami CTC (Change in Tariff Classification) pada level 4 digit.
 3. Perdagangan Jasa dan Investasi
Dalam hal perdagangan bidang jasa dan investasi, akan ada negosiasi lebih lanjut. Hal ini akan dilakukan setelah seluruh negara AJCEP menjalankan bab tentang perdagangan barang.
4. Kerjasama Ekonomi
Dalam hal kerjasama ekonomi, maka AJCEP mencakup bidang-bidang sebagai berikut: Proedur terkait perdagangan; lingkungan bisnis; HAKI; enerji; teknologi komunikasi dan informasi; pengembangan SDM; UKM; pariwisata; transportasi dan logistik; pertanian; perikanan dan kehutanan; lingkungan; kebijakan kompetisi (Trade-Related Procedures; Business Environment; Intellectual Property; Energy; Information and Communications Technology; Human Resource Development; Small and Medium Enterprises; Tourism and Hospitality; Transportation and Logistics; Agriculture, Fisheries and Forestry; Environment; Competition Policy); dan area lain yang akan disepakati kemudian secara bersama. Sementara itu juga akan dibentuk Sub-Committee on Economic Cooperation yang akan dibentuk pada saat dimulainya (entry to force) kerjasama tersebut, guna memonitor pelaksanaannya. Dalam hal ini, kegiatan kerjasama ekonomi haruslah minimal melibatkan 2 (dua) negara anggota ASEAN dan Jepang.

C.    ASEAN-KOREA FTA (AKFTA)
ASEAN-Korea Free Trade Area dimulai lewat adanya joint statement ASEAN dengan Korea pada tanggal 8 Oktober 2003 di Bali, Indonesia. Setelahnya dimulai negosiasi antara kedua belah pihak mulai Februari 2005. Pada tanggal 13 Desember 2006 ditandatangani Framework Agreement ASEAN-Korea oleh para kepala negara. Setelahnya AKFTA mulai berlaku semenjak 1 Juli 2006  dengan implementasi Normal Track sampai dengan 2010; dan implementasi Sensitive Track mulai 1 Januari 2012 sampai dengan 2016. 
Adapun tujuan dari dibentuknya AKFTA adalah:
(a)  Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi di antara para pihak (strengthen and enhance economic, trade and investment cooperation among the Parties);
(b)  Secara progresif meliberalisasi dan mempromosikan perdagangan barang dan jasa-jsa maupun menciptakan rezim investasi yang transparan, liberal dan fasilitatif (progressively liberalise and promote trade in goods and services as well as create a transparent, liberal and facilitative investment regime);
(c)  Menggali bidang-bidang baru dan mengembangkan langkah-langkah yang tepat bagi kerjasama dan integrasi ekonomi yang erat (explore new areas and develop appropriate measures for closer economic cooperation and integration);
(d) Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-negara anggota ASEAN yang baru serta menjembatani kesenjangan pembangunan diantara para pihak (facilitate the more effective economic integration of the new ASEAN Member Countries and bridge the development gap among the Parties; and)
(e) Menetapkan kerangka kerjasama bagi penguatan hubungan ekonomi lebih lanjut di antara para pihak (establish a cooperative framework for further strengthening the economic   relations among the Parties).[6]
Isi utama dari perjanjian AKFTA ini secara ringkasnya adalah sebagai berikut: [7]
1. Perdagangan Barang
a. Normal Track
b. Sensitive Track
2. Rules of Origin (ROO)
3. Dispute Settlement Mechanism (DSM)
4. Perdagangan Jasa
5. Investasi
6. Kerjasama ekonomi
Rincian ringkasnya adalah sebagai berikut:
1. Perdagangan Barang:
Dalam hal perdagangan barang, maka telah dibuat skema Normal Track bagi penghapusan tarif melalui beberapa tingkatan, yang kesemuanya akan menjadi 0% pada 2010. Skemanya adalah sebagai berikut:


X = Tingkat Tarif Applied MFN          
AKFTA Tingkat Tarif Preferensi                              (tidak melewati 1 Januari)
2006*
2007
2008
2009
2010*
X ≥ 20
20
13
10
5
0
15 ≤ X < 20
15
10
8
5
0
10 ≤ X < 15
10
8
5
3
0
5 < X < 10
5
5
3
0
0
X ≤ 5
Standstill (tidak berubah)
0
0


Dengan adanya kerangka di atas, maka hal ini bagi Korea akan berarti: (1) Akan menghapus paling sedikit 70% pos tarifnya menjadi 0% pada saat entry into force; (2) Akan menghapus paling sedikit 95% pos tarifnya menjadi 0% paling lambat pada 1 Januari 2008; dan (3) Akan menghapus seluruh pos tarif menjadi 0% paling lambat 1 Januari 2010.
Sementara itu bagi ASEAN-6, maka hal ini akan berarti: (1) Akan menurunkan 50% pos tarifnya menjadi 0-5% paling lambat pada 1 Januari 2007; (2) Akan menghapus paling sedikit 90% pos tarifnya menjadi 0% paling lambat pada 1 Januari 2009; (3) Akan menghapus seluruh pos tarifnya menjadi 0% paling lambat pada 1 Januari 2010 dengan fleksibilitas maksimum 5% pos tarif dihapus menjadi 0% paling lambat 1 Januari 2012; (4) Akan menghapus seluruh pos tarif menjadi 0% paling lambat pada 1 Januari 2012.
Bagi Indonesia, produk-produk yang ada dalam Normal Track terdapat di dalam 90% dari jumlah tarif pos keseluruhan atau sekitar 4700 pos tarif (HS 6 digit).
Dalam hal Sensitive Track, maka telah dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yaitu: (1) Group A: produk-produk yang tarifnya di atas 50%, akan menjadi 50% pada tahun 2016; (2) Group B: produk-produk ini akan mengalami penurunan tarif sebesar 20% pada tahun 2016; (3) Group C: produk-produk ini akan mengalami penurunan sebesar 50% pada tahun 2016; (4) Group D: Tariff Rate Quota; (5) Group E: Exclusion List, yaitu kelompok produk-produk yang tidak mengalami penurunan tarif atau pengecualian. Dalam hal ini setiap negara berbeda-beda memilih produk-produk mana yang mendapat Sensitive Track. Untuk Indonesia, produk Sensitive Track-nya ada di A, B dan E.
2. ROO:
Dalam hal ROO, maka ASEAN dan Korea bersepakat untuk menggunakan aturan umum (general rule) untuk mengatur ROO suatu barang, yaitu dengan menggunakan Regional Value Content (RVC) yang tidak kurang dari 40% FOB (dikenal juga dengan nama RVC-40), atau juga dengan Change of Tariff Heading (CTH). Selain itu juga menggunakan Product Special Rule (PSR) untuk produk-produk yang tidak memakai general rule.
3. DSM
Untuk DSM, maka telah disepakati bersama oleh para Menteri Perdagangan ASEAN dan Korea lewat pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tanggal 13 Desember 2005.
2.      Perdagangan Jasa
Bidang jasa-jasa menggunakan proses request-offer dalam perundingan. Korea menyetujui usulan ASEAN agar memakai daftar positif (positive list) dalam negosiasi jasa. Korea mengusulkan agar sektor jasa keuangan, telekomunikasi dan broadcasting dimasukkan sebagai lampiran (annex) terpisah. Pada akhirnya ASEAN-Korea Trade in Services Agreement diselesaikan pada tanggal 21 November 2007 di Singapura, oleh sembilan negara ASEAN (kecuali Thailand) dan Korea. Thailand baru menyusul kemudian menandatangani protocol of accession bagi kesepakatan perdagangan barang dan perdagangan jasa pada tanggal 27 Februari 2009 di Hua Hin, Thailand. Perjanjian perdagangan jasa ini dimaksudkan untuk meliberalisasi perdagangan jasa di berbagai sektor jasa-jasa. Komitmen liberalisasi jasa di dalam AKFTA ini jauh lebih tinggi ketimbang apa yang telah dikomitmenkan di GATS-WTO (disebut sebagai “GATS plus principle” . Kesepakatan tersebut juga bersifat liberalisasi progresif, yaitu membolehkan bagi diadakannya putaran-putaran perundingan lanjutan.[8]
3.      Investasi
ASEAN-Korea Investment Agreement ditandatangani pada tanggal 2 Juni 2009 bersamaan dengan ASEAN-Korea Commemorative Summit di Jeju Island. Perjanjian investasi ini merupakan kerangka legal bagi perluasan investasi kedua belah pihak, dan memberikan perlindungan bagi para investor baik dari Korea maupun ASEAN, dengan menggunakan perlakuan MFN (Most Favoured Nation). Dengan MFN ini maka terdapat jaminan perlindungan  dari perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah setempat.  Juga terdapat rencana liberalisasi investasi bagi industri perorangan yang akan diselesaikan dalam waktu lima tahun setelah perjanjian ini berjalan efektif. Perjanjian ini akan segera berjalan (enter into force) setelah Korea dan sekurangnya satu negara ASEAN meratifikasinya.[9]
4.      Kerjasama Ekonomi
ASEAN dan Korea bersepakat membentuk Working Group Economic Cooperation (WG-EC) yang merupakan hasil dari Framework Agreement. Working Group juga berfungsi sebagai implementing body. WG-EC telah diluncurkan dalam pertemuan di Sekretariat ASEAN di Jakarta tanggal 20-21 Juni 2006. Proyek-proyek kerjasama ekonomi ini mencakup: (a) prosedur kepabeanan; (b) promosi perdagangan dan investasi; (c) usaha kecil dan menengah; (d) manajemen dan pengembangan sumberdaya manusia; (e) pariwisata; (f) ilmu pengetahuan dan teknologi; (g) jasa keuangan; (h) teknologi informasi dan komunikasi; (i) komoditi pertanian, perikanan, perkebunan dan kehutanan; (j) kekayaan intelektual; (k) industri lingkungan; (l) penyiaran; (m) teknologi konstruksi; (n) standar dan penilaian kesesuaian, serta tindakan sanitary dan phyto-sanitary; (o) pertambangan; (p) energi; (q) sumberdaya alam; (r) pembangunan perkapalan dan transportasi laut; (s) perfileman.

D.    ASEAN-AUSTRALIA/NEW ZEALAND FTA (AANZFTA)
AANZFTA adalah perjanjian FTA yang paling komprehensif yang pernah dilakukan baik oleh ASEAN maupun oleh Australia dan New Zealand secara bersama-sama dengan pihak ketiga. Bermula dari disepakatinya Joint Declaration of the Leaders ASEAN-Australia and New Zealand Commemorative Summit pada tanggal 30 November 2004 di Vientiane, Laos. Di dalamnya tertuang Guiding Principles for Negotiation on ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Area. Selanjutnya, proses negosiasi ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area (AANZ-FTA) dimulai pada awal tahun 2005. Setelah melalui 15 putaran perundingan, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area diselesaikan pada bulan Agustus 2008. Pada akhirnya Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN, Australia dan New Zealand pada tanggal 27 Februari 2009 di Hua Hin, Thailand.
Tujuan dari AANZFTA adalah sebagai berikut:
(a) Secara progresif meliberalisasi dan memfasilitasi perdagangan barang diantara para pihak melalui, inter alia, penghapusan progresif hambatan tariff dan non-tarif secara substansial pada seluruh perdagangan barang diantara para pihak (progressively liberalise and facilitate trade in goods among the Parties through, inter alia, progressive elimination of tariff and non-tariff barriers in substantially all trade in goods among the Parties);
(b) Secara progresif meliberalisasi perdagangan jasa-jasa diantara para pihak, dengan cakupan sektoral yang substansial (progressively liberalise trade in services among the Parties, with substantial sectoral coverage);
(c) Memfasilitasi, mempromosikan dan meningkatkan kesempatan-kesempatan investasi diantara para pihak melalui pengembangan lebih lanjut lingkungan investasi yang layak (facilitate, promote and enhance investment opportunities among the Parties through further development of favourable investment environments);
(d) Menetapkan kerangka kerjasama bagi penguatan, penganeka-ragaman dan peningkatan ikatan perdagangan, investasi dan ekonomi diantara para pihak (establish a co-operative framework for strengthening, diversifying and enhancing trade, investment and economic links among the Parties; and)
(e) Menyediakan perlakuan berbeda dan khusus bagi Negara-negara anggota ASEAN, terutama bagi Negara-negara anggota ASEAN yang baru, guna memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif (provide special and differential treatment to ASEAN Member States, especially to the newer ASEAN Member States, to facilitate their more effective economic integration).

Persetujuan AANZFTA terdiri dari 18 Bab, 212 Pasal dan 4 Lampiran, yang mencakup:
Perdagangan Barang, Jasa, Investasi, ROO, Customs, SPS, TBT, Safeguard, Hak
Kekayaan Intelektual, Kebijakan Persaingan, MNP, Kerjasama Ekonomi, DSM, e-commerce. Secara ringkas AANZFTA berisikan kesepakatan-kesepakatan pokok sebagai berikut: [10]
1. Perdagangan Barang
            a. Modalitas penurunan tarif
i. Normal Track
ii. Sensitive Track
b. ROO
2. Perdagangan Jasa
3. Investasi
4. Kerjasama ekonomi

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

 1. Perdagangan barang:

Penghapusan tarif berdasarkan Normal Track mencakup sekitar 90% dari pos tarif yang berjumlah sekitar 10.000 pos tarif. Jenis-jenis yang tercakup di dalamnya seperti binatang hidup dan buah-buahan, daging, ikan, susu, mentega, keju, telur, sayuran, buah-buahan, produk pertanian, agro dan kimia, barang-barang farmasi, kulit, produk kulit, kayu, kertas, dan sebagainya. Skema Normal Track tersebut adalah sebagai berikut:




Tingkat Tarif Bea Masuk            ( X% )
Jadual Penurunan/Penghapusan Tarif
2008
2009
2010
2011
2012
2013*
X ≥ 20
20
15
10
7
5
0
15 ≤ X < 20
15
10
7
5
3
0
10 ≤ X < 15
10
7
5
3
0
0
5 < X < 10
5
5
3
0
0
0
X ≤ 5
Tetap
0
0
0
0
X = tingkat tariff applied MFN 2005
* 5% pos tarif dapat dihapus paling lambat pada tahun 2015



Sedangkan penurunan tarif melalui Sensitive Track, dibagi menjadi (1) Sensitive List; dan (2) Highly Sensitive List. Sensitive Track merupakan 10% dari pos tarif. Dalam Sensitive List (disebut ST 1), sebesar 6% dari pos tarif dengan jumlah pos tarif sekitar 1000, diantaranya beef dan dairy product.

Skema penurunan tarif ST 1 bagi Australia dan New Zealand adalah sebagai berikut:



X = tingkat tarif MFN yang diterapkan (sejak 1 Jan 05)          
AANZFTA tarif preferensi perdagangan                                                                                            ( tidak kurang dari [tanggal] )
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
X > 15
Pengikatan tarif pada level MFN yang diterapkan
15
13
10
8
5
0
10 < X ≤ 15
10
8
5
3
0
0
5 < X ≤ 10
5
3
0
0
0
0
 X ≤ 5
0
0
0
0
0
0



Sementara skema ST 1 misalnya bagi Indonesia adalah sebagai berikut:


Tingkat Tarif Bea Masuk (X%)          
Jadual Penurunan / penghapusan tarif
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2020**
X ≥ 30
Terikat
30
30
20
18
15
13
10
8
0-5
0
20 ≤ X ≤ 30
20
20
18
15
13
10
8
0-5
0-5
0
15 ≤ X ≤ 20
Pengikatan tarif pada tingkat MFN yang diterapkan
15
13
10
8
0-5
0-5
0-5
0
10 ≤ X ≤ 15
10
10
8
0-5
0-5
0-5
0-5
0
5 ≤ X  ≤ 10
0-5
0-5
0-5
0-5
0-5
0-5
0-5
0
X = Tingkat tarif MFN yang diterapkan tahun 2005
** = Indonesia dan Filipina tetap mempertahankan tingkat tarif 0-5%
Batasan: penurunan tarif menjadi 0-5% mengikuti:
> tahun 2016 sebanyak 2%
> tahun 2017 sebanyak 4%
> tahun 2018 sebanyak 6%


Untuk ST 2 (highly sensitive list), adalah 4% dari pos tarif, dengan jumlah pos tarif sekitar 400. Termasuk dalam daftar ini adalah kategori pengecualian (exclusion) yang diperbolehkan sebanyak 1% pos tarif. Modalitas bagi penurunan tarif ini tergantung pada negosiasi bilateral. Di dalamnya termasuk: (a) jangka waktu penurunan tarif; dan (b) tingkat tarif akhir. Kategori pengecualian (exclusion) tidak boleh melebihi 1% dari pos tarif nasional.

2. ROO (Rules of Origin)

Produk-produk dalam kategori ini disebut sebagai ‘originating good’ dan karenanya berhak mendapatkan konsesi tarif bila memenuhi kriteria-kriteria berikut ini:
(a)  Seluruhnya dihasilkan atau diproduksi sendiri (Wholly obtained or produced)
(b)  Non Originating Material, dimana RVC-nya (Regional Value Content) tidak lebih dari 40% atau mengalami change in tariff classification (CTC) pada level 4 digit.
(c)   Diproduksi di suatu pihak dengan menggunakan material yang berasal dari satu pihak atau lebih.

3. Perdagangan Jasa
Disepakati bahwa negara-negara ASEAN memberikan komitmen liberalisasi jasa yang tidak melebihi dari komitmen yang telah disepakati secara internal oleh ASEAN dalam kerangka perdagangan jasa ASEAN paket 5 (ASEAN Framework Agreement on Services – AFAS-5).
4. Investasi
Kesepakatan investasi ini adalah yang pertama dibuat dalam kerangka FTA antara ASEAN dengan negara mitra dialognya. Intinya adalah untuk meningkatkan liberalisasi, promosi, fasilitasi dan proteksi atas investasi. Akan tetapi kesepakatan investasi ini tidak memasukkan Most Favoured Nation (MFN) dalam persetujuan ini. Juga terdapat kesepakatan untuk membentuk dua pasal baru, yaitu tentang (1) Program kerja (Work Programme); dan (2) Sub-komisi investasi (Investment Sub-Committee). Program kerja adalah mengenai kesepahaman bahwa akan ada pendiskusian mengenai MFN dan jadual satu tahun setelah entry into force dan yang ditargetkan selesai dalam lima tahun.
5.  Kerjasama ekonomi
Kedua belah pihak, ASEAN dan ANZ bersepakat mengadakan kerjasama ekonomi sebagaimana tercantum dalam program kerja, antara lain dalam bidang Rules of Origin, SPS, STRACAP, Perdagangan Jasa, Investasi, Hak Kekayaan Intelektual, Integrasi Sektoral dan Kepabeanan. Sebagai contoh, Indonesia mengusulkan 9 proyek kerjasama dibeberapa sektor yaitu:
1. Sistem kartu skor untuk pelaksanaan AANZFTA (The Scorecard System for Implementation of AANZFTA)
2. Peningkatan kapasitas untuk sertifikasi keamanan pangan industri susu dan daging (Capacity Building Food Safety Certification for Dairy and Meat Industries)
3. Peningkatan kapasitas untuk standard produk hutan (Capacity Building on Standard for Forest Products)
4. Peningkatan kapasitas untuk jaringan diagnostik penyakit dan pes (Capacity Building for Pest and Disease Diagnostic Networking between ASEAN and Australia);
5. Pembentukan Badan sertifikasi personil pulp dan kertas Indonesia (Setting up the Indonesian Pulp and Paper Personnel Certification Body)
6. Saling Pengakuan diantara laboratorium tes tekstil di negara-negara ASEAN (Mutual Recognition among Textile Testing Laboratory in ASEAN Countries)
7. Pengembangan sistem jejak perkembangan buah (Development of Traceability System on Fruit Development)
8. Penggunaan OEFB bagi Indonesia/ negar-negara anggota substitusi bubuk kertas kayu (Utilization of Oil Palm Empty Fruit Bunches (OEFB) for Indonesia/ASEAN Member Countries Wood Pulp Substitute)
9. Bantuan teknis untuk UKM di sektor perikanan Indonesia (Technical Assistance to Small and Medium Enterprises (SME’s) in the Indonesian Fisheries Sector)


E.    ASEAN-INDIA FTA (AIFTA)

Kesepakatan AIFTA dimulai dari penandatanganan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India pada bulan Oktober 2003 oleh para kepala negara/pemerintahan. Selanjutnya sempat perundingan dihentikan 2 kali, sampai akhirnya dapat diselesaikan pada bulan Agustus 2008. Perjanjian Perdagangan Barang AIFTA pada akhirnya ditandatangani dalam pertemuan ke-41 tingkat Menteri Ekonomi ASEAN pada tanggal 13 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand. Perlu dicatat, bahwa tingkat liberalisasi perdagangan barang dalam AIFTA tidaklah setinggi liberalisasi perdagangan barang yang dicapai antara ASEAN dengan mitra FTA lainnya. Meskipun begitu kedua belah pihak sepakat perlunya meningkatkan komitmen liberalisasi melalui proses “review” setelah perjanjian dijalankan. Untuk selanjutnya, agenda bagi perundingan di bidang perdagangan jasa dan investasi dilakukan pada Oktober 2009 dan direncanakan tuntas pada akhir tahun 2010 sebagai sebuah single undertaking.  
Tujuan dari dibentuknya AIFTA ini adalah sebagai berikut:
a.      Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi di antara para pihak (Strengthen and enhance economic, trade and investment co-operation between the Parties);
b.      Secara progresif meliberalisasi dan mempromosikan perdagangan barang dan jasa-jsa maupun menciptakan rezim investasi yang transparan, liberal dan fasilitatif (Progressively liberalise and promote trade in goods and services as well as create a transparent, liberal and facilitative investment regime);
c.       Menggali bidang-bidang baru dan mengembangkan langkah-langkah yang tepat bagi kerjasama ekonomi yang lebih erat diantara para pihak (Explore new areas and develop appropriate measures for closer economic co-operation between the Parties; and)
d.      Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-negara anggota ASEAN yang baru serta menjembatani kesenjangan pembangunan diantara para pihak (Facilitate the more effective economic integration of the new ASEAN Member States and bridge the development gap among the Parties).[11]
Perjanjian perdagangan Barang AIFTA menyepakati modalitas bagi penjadwalan penurunan dan penghapusan tarif terhadap 85% pos tarif atau 75% nilai impor yang tercakup dalam Normal Track (NT) dan 10% pos tarif dalam Sensitive Track. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:[12]
1.  NT 1: mencakup di dalamnya penghapusan bea masuk atas 71% pos tarif atau 71,71% nilai impor pada 31 Desember 2012 untuk ASEAN 5 dan India; 31 Desember 2017 untuk Filipina dan India; dan 31 Desember 2017 untuk CLMV.
2. NT 2: mencakup sejumlah 9% pos tarif, dimana tarif bea masuk dan produk-produknya akan dihapuskan pada pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Desember 2018 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV.
3. ST: mencakup 10% pos tarif yang dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
(a) Penurunan bea masuk menjadi 5% pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India; 31 Desember  2018 untuk Filipina dan India; serta 31 Desember  2020 untuk CLMV.
(b) Penghapusan bea masuk (4% pos tarif dalam ST) pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Des 2021 untuk Philipina dan India; serta 31 Des 2023 untuk ASEAN 6 dan India.
(c) Standstill (tidak berubah): mencakup 50 pos tarif pada tingkat tarif 5%. Selanjutnya akan diturunkan menjadi 4,5% pada saat entry into force, dan akan menjadi 4% pada 31 Desember 2015 bagi ASEAN 6 dan India.
4. Special Products, yang terdiri dari:
(a) Kelapa sawit: tarif akhir (end rates) untuk CPO adalah 37,5%, dan untuk RPO adalah 45%. Sementara itu bagi India diberi batas akhir sampai dengan 31 Desember 2018.
(b) Kopi, teh hitam dan lada: tarif akhir (end rates) adalah 45%, 45% dan 50%, dengan batas akhir bagi India sampai dengan 31 Desember 2018.
(c) Minyak mentah (Crude Petroleum) (berlaku untuk Brunei) dengan penurunan bea masuk bertahap sampai menjadi 0% pada 1 Januari 2012.

5. Highly Sensitive List (HSL) mencakup 3 kategori yang berbeda yaitu (a) penurunan bea masuk menjadi 50%; (b) penurunan bea masuk 50%; serta (c) penurunan bea masuk 25%, pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN 5; 31 Desember 2021 untuk Filipina; serta 31 Desember 2023 untuk CLMV.

6. Exclusion List (EL) mencakup 489 pos tarif dalam 6 digit dan mencakup 5% nilai impor perdagangan.


III.              KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pergeseran ASEAN menjadi sebuah rezim perdagangan bebas yang sangat liberal, akan merupakan bahaya bagi Negara-negara anggota ASEAN itu sendiri. ASEAN yang sangat terbuka bagi bermainnya mekanisme pasar fundamentalis dan kekuatan-kekuatan pasar Korporasi Multinasional akan menghancurkan kemampuan dan kekuatan ekonomi Negara-negara ASEAN itu sendiri. Dalam hal ini bisa dikecualikan Singapura, yang memang merupakan Negara yang ekonominya sudah sangat liberal. Sebagai Negara-kota (city-state) pelabuhan dunia, ekonomi Singapura sangat tergantung pada perdagangan pasar bebas. Singapura juga merupakan pihak yang berkepentingan dan proponen dari liberalisasi ekonomi di ASEAN tanpa memikirkan dampak kerugiannya pada Negara-negara anggota ASEAN lain yang lebih besar skala masalahnya. Singapura adalah Negara maju yang sangat berbeda kepentingannya dengan Negara-negara ASEAN lainnya, yang masih harus memikirkan kemiskinan struktural, ketimpangan sosial dan perubahan struktur ekonomi yang kompleks. Karena itu adalah kesalahan besar ASEAN untuk menurut saja pada kemudi ekonomi yang dijalankan oleh Singapura.
Rezim perdagangan bebas di ASEAN yang liberalisasinya semakin dalam dan semakin diatur secara terperinci, sebagaimana nampak dalam rezim AEC yang mendorong bagi rezim liberal baru (neo-liberal) lewat ATIGA, ACIA, AFAS-7 dan MRA, akan menjadi bahaya besar bagi Negara-negara tersebut. Dengan semua perjanjian dan aturan baru tersebut, maka kebijakan ekonomi di level ASEAN dan juga di level nasional-domestik, telah dikunci dan diikat ke dalam satu doktrin ekonomi pasar bebas. Doktrin tersebut akan membuat kebijakan Negara tidak mempunyai kebebasan lain selain mengikuti dan patuh pada azas-azas neo-liberalisme. Doktrin tersebut tidak akan memberikan kebebasan akan pilihan-pilihan kebijakan pembangunan yang lain. Sepenuhnya ASEAN telah dikunci ke dalam model pembangunan Neo-Liberal. Dengan model neo-liberal, maka yang diutamakan adalah tetap mempertahankan ketergantungan kepada modal asing, utang luar negeri dan peran korporasi multinasional. Model ini juga menyebabkan Negara tidak dapat memenuhi kewajiban dasarnya dalam mensejahterakan rakyatnya di bidang-bidang utama (dasar) seperti kesehatan, pendidikan, pangan, perumahan, listrik dan air bersih, dan sebagainya. Kemiskinan akan terus berlanjut dan kehidupan rakyat akan terus terpuruk. Di lain pihak kaum kayanya akan terus kaya-raya. Contoh paling jelas dari proses pemiskinan absolut dan pengayaan segelintir orang kaya adalah di Indonesia. Indonesia adalah contoh gamblang dari pelaksanaan neo-liberalisme semacam itu.
Dengan demikian ASEAN tidak lain hanya melayani kepentingan Negara-negara kapitalis maju yang telah lama mengeksploitasi Negara-negara tersebut. Rezim perdagangan bebas ASEAN melanggengkan sistem ketergantungan dan keterbelakangan yang selama ini telah terjadi selama beberapa dekade pembangunan. Rezim perdagangan bebas ASEAN melanggengkan penghisapan kapitalisme di wilayah tersebut, dan semakin intensif lewat rezim ASEAN yang baru. Ini tidak lain adalah bentuk baru dari kolonialisme dan neo-kolonialisme di wilayah ASEAN. Intinya adalah melanggengkan Neo-Kolonialisme yang semakin dalam dan sistemik. Khusus bagi Indonesia, sebagai Negara terbesar dan terkaya sumber-sumber alamnya di ASEAN, akan menjadi target utama neo-kolonialisme tersebut. Hal ini bisa dibaca dan disimak dalam semua perjanjian-perjanjian FTA yang ada dengan memakai analisis ekonomi politik neo-kolonialisme. Bahayanya sungguh besar bagi masa depan Indonesia. Pelanggengan neo-kolonialisme tersebut akan terus menerus membawa Indonesia pada pemiskinan absolut dan penghisapan modal.
Jelas bagi kita, bahwa rezim perdagangan bebas ASEAN sekarang ini harus ditolak sepenuhnya. Pemerintah harus membatalkan semua rezim perdagangan bebas tersebut. Pemerintah harus menolak model pembangunan yang neo-liberal. Pembangunan nasional harus melawan semua kecenderungan pelanggengan neo-kolonialisme tersebut dan menggantikannya dengan berbagai pilihan ekonomi yang kerakyatan dan yang mampu mensejahterakan rakyat khususnya rakyat miskin dan tertindas. Ada banyak model pembangunan selain neo-liberal. Karenanya sudah saatnya sekarang banting stir ke arah tersebut. Indonesia harus menjadi bangsa mandiri, berdaulat dan merdeka sepenuhnya, sehingga disegani secara kawasan. Indonesia juga harus mengemudikan arah kebijakan dasar ASEAN yang pluralistik secara ekonomi, sosial dan politik. Dengan arah itu, dipastikan Indonesia akan menjadi negara yang kuat secara ekonomi dan mampu mensejahterakan rakyatnya.


***


[1] Lihat di “ASEAN-China Free Trade Area”, Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemdag), Pebruari 2010, hlm. 1
[2] Lihat di Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation Between the Association of South  East  Asian Nation and the People’s Republic of China, 4 April 2002

[3] Lihat selengkapnya lihat di “ACFTA”, Kemdag, Februari 2010, Op.cit., hlm. 3-6
[4] Lihat “AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AMONG JAPAN AND MEMBER STATES OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS”, 2008
[5] Lihat di “ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership”,  Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan RI,  Februari 2010. 
[6] Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea, Kuala Lumpur, 13 December 2005
[7] Lihat di “ASEAN-Korea Free Tade Area”, Direktorat Regional, Direktorat Jendral Kerjasama Perdagangan, Departemen Perdagangan, Jakarta 2006
[8] Lihat dalam “Fact Sheet ASEAN-Korea Free Trade Agreement”, ASEAN Secretariat, 2nd edition, 2 June 2009
[9] Ibid
[10] Bagian review tentang AANZFTA ini banyak diambil dari bahan Kementerian Perdagangan, “ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area”,  Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Pebruari 2010
[11] Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Republic of India and the Association of Southeast Asian Nations
[12] Bagian review tentang AIFTA ini sebagian besar diambil dari bahan Kementerian Perdagangan, “ASEAN-India Free Trade Area”,  Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Pebruari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar